Senin, 15 September 2008

Mental Kaya vs Mental Miskin

Ada empat jenis manusia di dunia ini. Ada orang kaya dengan mental miskin. Ada orang miskin dengan mental kaya. Ada pula orang kaya dengan mental kaya; syukurlah. Namun ada juga -- celaka sekali -- banyak orang miskin dengan mental miskin. Bukan hanya mental miskin tetapi juga mental iri hati, dengki, dendam serta amarah yang terpendam.

Tidak ada orang yang mendadak menjadi kaya -- kecuali bila ia dapat lotere milyaran. Semuanya terjadi lewat usaha dan jerih payah yang keras dan gigih dalam berusaha dan berkarya. Semuanya selalu mulai dari titik nol. Dalam bahasa sononya : "from rugs to riches."

Orang miskin kebanyakannya "sangat perhitungan" dalam soal duit-menduit. Soalnya sederhana saja dan amat sangat dapat dimaklumi. Uangnya hanya sedikit sekali dan dapat terhitung dengan jari. Kalau ia tidak pinter-pinter berhemat maka ia pasti akan kesusahan sendiri.

Tetapi sebenarnya tidak ada korelasi langsung antara 'kemiskinan' dengan 'kepelitan'. Kemurahan hati - sebagai lawan dari kepelitan - adalah masalah mentalitas dan nilai. Mentalitas memberi; adanya arus hati yang terus ingin mengalir keluar. Bukan sebaliknya, arus hati yang maunya menyedot segala-galanya dari luar. Hasrat yang ingin memindahkan seluruh isi Carrefour ke rumahnya -- kalau bisa.

Jutawan John D. Rockefeller mengakui, "Saya sudah punya jutaan, tapi saya tidak jadi bahagia karenanya". Jika Anda tidak puas dengan jumlah kecil, Anda takkan puas dengan jumlah besar. Dan jika Anda tidak murah hati ketika memiliki sedikit, Anda takkan berubah tiba-tiba ketika Anda menjadi kaya. [John C. Maxwell, Kemurahan Hati, Interaksara]

Orang yang menyadari serta menghayati kasih dan kemurahan hati Sang Khalik, ia tidak akan memelihara mentalitas miskin. Ia tahu bahwa apapun yang dimiliki serta dinikmatinya semuanya adalah semata-mata anugerah dari Yang Di Atas. Orang seperti itu juga memiliki nilai bersyukur dalam hidupnya.

Kalau orang tidak tahu bersyukur atas nikmat Allah, maka ia juga tidak pernah puas dengan kondisi nyata hidupnya. Entah kondisinya makmur, apalagi kalau kondisinya melarat. Ia selalu menuntut lebih. Dalam kamusnya tidak ada kata cukup. Maka ia juga enggan 'berbagi' karena itu berarti 'mengurangi' apa yang sudah dimilikinya.

Saya tahu kisah seorang milyarder yang membiarkan saudaranya tetap menjadi tukang Bajaj sementara ia sendiri hidup dengan mewah. Ia bersikukuh bahwa ia menjadi kaya karena hasil keringat dan usaha kerasnya sendiri. Dan ia tidak pernah mengemis atau minta bantuan kepada siapapun. Kalau ia bisa mengapa saudaranya tidak ? Mereka hanya malas saja, kilahnya.

Orang seperti ini pasti tidak mengakui campur tangan Allah dalam hidupnya. Apalagi mengakui bahwa rejeki itu berasal daripadaNya. Ia mempunyai hati yang keras dan ia sama sekali tidak memiliki empati, welas asih dan kemurahan hati.

Untuk maju dan memiliki mentalitas kaya maka orang bergerak dari kuadran satu [orang miskin dengan mental miskin]. Ia bergerak secara diagonal menuju ke kuadran empat [orang kaya dengan mental kaya]. Bila gagal melakukan reformasi mental maka ia akan masuk kuadran dua [orang kaya dengan mental miskin]. Sebaliknya bila ia gagal dalam usahanya dalam segi materiil, ia tetap masih bisa masuk kuadran tiga [orang miskin dengan mental kaya].

Geli hati sekali bila punya teman yang kaya raya tetapi hanya menjamu kita dengan segelas Teh Botol atau aqua gelas walaupun kita sudah bernostalgia selama berjam-jam bersamanya. Pada saat makan siang ia juga pura-pura lupa waktu dan tidak mengajak kita sekedar untuk makan Bakmi Ayam atau Gado-gado sekalipun. Itulah gambaran ekstrim dari orang kaya dengan mental miskin.

Sebaliknya, betapa terharunya kita saat kita ketemu kawan lama di desa dan kedua orang tuanya sibuk melayani kita seperti tamu agung. Walaupun mereka hanya mampu menyuguhkan segelas teh basi dan biskuit Kuat yang sudah lama expired. Ketulusan hati yang keluar dari hati yang tulus dan murah hati selalu menggugah perasaan haru kita. Mau bagaimana lagi, memang hanya itulah yang mereka miliki tetapi mereka sungguh-sungguh telah menjadi orang miskin dengan mental kaya.

Andrew Carnegie, industrialis milyarder Amerika Serikat dari abad 19 mengatakan bahwa ada dua tahap penting dalam kehidupan seorang yang menjadi kaya. Tahap pertama ialah menghimpun kekayaan. Dan tahap kedua ialah memakai kekayaan itu untuk memberdayakan orang miskin yang membutuhkan dana dari padanya. [John C. Maxwell, ibid.]

Trilyuner Bill Gates lewat yayasan "Bill and Melinda Gates Foundation" telah menyumbang jutaan dollar setiap tahunnya bagi kegiatan amal-sosial di berbagai negara di dunia ini. Inilah salah satu contoh orang kaya dengan mental kaya.

Harta dunia bukan untuk ditimbun karena hal itu melanggar hukum keseimbangan alam. Bila seseorang makan dan minum tanpa henti dan tidak pernah terjadi ekskresi, maka pasti terjadi konstipasi. Ujung-ujungnya ia harus masuk rumah sakit untuk dipasang catheter atau tinjanya disedot paksa. Got yang tidak mengalir menyebabkan sedimentasi dan menimbulkan bau busuk ke mana-mana.

Setiap agama menyediakan outlet untuk memelihara keseimbangan aliran rezeki tersebut. Maka dikenal perangkat seperti perpuluhan, kolekte, zakat, fitrah dsb. Semuanya merupakan outlet bukan hanya demi kepentingan spiritual melainkan juga fisiko-psikologis. Bila hal itu dilanggar maka alam akan menghukum manusia secara langsung lewat hal-hal yang membuat manusia itu terpaksa mengeluarkan isi dompetnya.

Lewat penyakit, musibah kecelakaan, kemalingan, kerampokan, kehilangan dan segala hal yang membuat jalan pintas sehingga uangpun terpaksa mengalir keluar dari pundi-pundi si lokek yang telah dijahit erat-erat tersebut.

Alam tidak main-main dalam soal pelanggaran hukum keseimbangan ini. Bagi kaum agamis dikatakan Allah memberi percobaan bagi manusia tersebut karena ia tidak bermurah hati kepada sesamanya padahal Allah telah mencurahkan berkat secara melimpah kepadanya. Allah Yang Mahakaya dengan mental Mahakaya menginginkan manusia juga memiliki mental kaya, entah ia kaya atau masih miskin secara materiil. Secara mental manusia selalu dapat memiliki hati yang empatik, berwelas asih dan rela membantu sesamanya sekuat kemampuanriilnya. Entah besar entah kecil kemampuannya tersebut namun pasti ada.

Hanya orang bermental kaya mampu memberikan senyum kepada orang yang bersirobok dan memberi jalan kepadanya. Atau mengucapkan terima kasih kepada penjaga lift yang memandunya di dalam lift. Atau mengucapkan terima kasih kepada penjaga toilet di Mal atau kepada penyobek karcis di bioskop 21. Semuanya itu tidak membutuhkan duit sepeserpun karena dapat diberikan dari hati yang terbuka, tulus dan tahu bersyukur serta berkemurahan hati

( sumber : juswan )

0 komentar:

Sekilas PDKK Hati Kudus Yesus
Persekutuan Doa Kharismatik Katolik Hati Kudus Yesus, bersekutu setiap Jumat, pukul 18.30, Graha Widya Mandala - Lantai 7, Jl. Dinoyo 48, Surabaya.

Blog ini dibuat untuk mewujudkan sebuah komunitas yang terus berlangsung, tidak hanya setiap hari Jumat, melainkan setiap saat tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat.
Sangat diharapkan pengunjung Blog ini aktif untuk saling mendukung dan menguatkan dalam Kasih Kristus. Pengunjung dapat membagikan kesaksian, mereferensikan buku rohani yang bagus, atau link web yang membangun iman, berdiskusi / tanya-jawab antar pengunjung, dsb.
Kritik dan saran dapat dikirim melalui email ke pdkk.hky@gmail.com

Semoga komunitas maya ini semakin menumbuhkan iman Kristiani.

Tuhan Yesus Memberkati.